Orang
tua hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan
terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim
kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadp
pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebebasan
psikologis untuk mengungkapkan perasaannya.
Dengan cara demikian, remaja akan merasa bahwa dirinya dihargai,
diterima, dicintai, dan dihormati
sebagai manusia oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Dalam
konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga
jenis pola asuh orang tua yaitu :
a) Pola
asuh bina kasih (induction)
Yaitu
pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa
memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan
yang diambil oleh anaknya.
b) Pola
asuh unjuk kuasa (power assertion)
Yaitu
pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa
memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak dapat menerimanya.
c) Pola
asuh lepas kasih (love withdrawal)
Yaitu
pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik
sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki
orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dihendaki orang
tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala. Dalam konteks
pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya pengembangan hubungan
sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterpakan adalah
pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh
orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua
terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan
yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan
pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap
keputusan atau perlakuan orang tuanya